Udara terasa begitu dingin, tetesan air hujan yang semakin deras membuat malam terasa begitu sepi. Pukul 23:55 Kereta dari arah Frankfurt akhirnya tiba, segera ku kayuh sepeda menuju gerbong depan. Sepeda ku biarkan tersandar sementara aku mencari tempak duduk di bagian atas gerbong. Lampu lampu terlihat seolah olah berkelap kerlip akibat gerak kereta yang begitu cepat. Perjalanan akan terasa begitu lama, karena antara Bad Nauhem hingga Giessen kereta harus berhenti di beberapa stasiun stasiun kecil.
Layar penutup jendela kereta kuturunka, memang sengaja agar pikiranku tidak terus melayang melihat pemandangan di luar. Buku saku Juz Amma mulai kubaca, perlahan menghayati makna makna arti semua tulisan yang ada, hingga aku terdiam pada surat Al' Aadiyaat
"Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah -engah"
"dan Kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya)"
"dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,"
"maka ia menerbangkan debu,"
"dan menyerbu ke tengah tengah kumpulan musuh"
kubaca berulang kali lima ayat pertama surat Al'Aadiyaat, perlahan otakku berputar mencoba memaknai arti tulisan tersebut. Dalam pikiran hanya terbersit "seekor kuda yang gagah, yang terus berlari sekuat tenaga, tak peduli lelah hingga terengah-engah". Kubaca lagi secara perlahan kata demi kata, kalimat demi kalimat.
Layar penutup jendela kereta kuturunka, memang sengaja agar pikiranku tidak terus melayang melihat pemandangan di luar. Buku saku Juz Amma mulai kubaca, perlahan menghayati makna makna arti semua tulisan yang ada, hingga aku terdiam pada surat Al' Aadiyaat
"Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah -engah"
"dan Kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya)"
"dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,"
"maka ia menerbangkan debu,"
"dan menyerbu ke tengah tengah kumpulan musuh"
kubaca berulang kali lima ayat pertama surat Al'Aadiyaat, perlahan otakku berputar mencoba memaknai arti tulisan tersebut. Dalam pikiran hanya terbersit "seekor kuda yang gagah, yang terus berlari sekuat tenaga, tak peduli lelah hingga terengah-engah". Kubaca lagi secara perlahan kata demi kata, kalimat demi kalimat.
.
"dan Kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya)"
"dan kuda yang menyerang dengan tiba tiba di waktu pagi"
"maka ia menerbangkan debu"
Begitu tangguhnya hingga setiap derap langkahnya menumbuhkan semangat yang besar. Dan kehadirannya menerbangkan dan menyinkirkan debu debu ( yang tak bernilai).
.
"dan menyerbu ketengah tengah kumpulan musuh"
.
"Astaghfirullah, keterlaluan sekali" batinku mengumpat, begitu beraninya mencoba mengartikan ayat ayat suci tanpa pengetahuan sama sekali,. Mencoba mengartikan kata demi kata layaknya sebuah tulisan biasa. Segera kumasukan Zuj Amma kedalam tas.
.
Sambil mengisi kekosongan ku mainkan tombol tombol HP, tadi pagi ada sms dari rumah , ku buka layar messeng. "Aa Ilham gmn koq dah lama g da kbrnya.Disini Almd4JJI Baik2x aja.Krng dah juz brp. skrg dah mlm k 16 loh. Saumnya dah da yg blg g." Aku hanya tersenyum kecut, entah kapan terakhir kali mengirim kabar ke rumah.
.
Mula mula hampir setiap minggu aku kirim kabar ke rumah, dan bahkan juga teman teman di masa sekolah, baik telpon, email atau sekedar kirim sms. Tapi dalam hitungan bulan mulai jarang dan bahkan entah kapan terakhir kirim kabar. Bukan karena fasilitas yang kurang, apa lagi di negeri Jerman yang serba ada. Tidak sulit jika hanya sekedar mengirim e-mail, tapi entah rasanya sulit untuk merangkai kata menjadi sebuah kalimat.
.
2 Tahun lebih di rantau rasanya begitu lama, putaran roda waktu yang terus bergulir meninggalkan mereka yang hanya duduk terdiam. Dan aku disini seperti dalam pengasingan, sendiri hanya menjadi pendengar yang tak bisa berbuat apa apa. "ya hanya pendengar" . 2 Tahun lalu aku mendengar Kakaku telah menikah, dan aku hanya bisa mengirim ucapan selamat, selang setahun aku telah memiliki keponakan. Tak berapa lama Kakaku yang kedua menyusul menghadiahkan aku seorang keponakan yang gagah. Tapi sayang aku belum bisa memeluknya.
.
Takdir memang telah di gariskan, bahwa aku disini hanya menjadi seorang pendengar. Disaat sepupuku harus tegar untuk bisa merawat buah hatinya seorang diri, " ya.., suami yang di harapkan menjadi teman hidup harus lebih dulu meninggalkan kehidupan". Aku hanya bisa berdo'a dan tidak lebih.
.
Pukul 00:25 , 3 menit lagi kereta tiba di stasiun Giessen, segera ku turuni tangga menuju gerbong bawah. Ku ambil sepedar yang tersandar, sambil menunggu kereta berhenti aku berdiri di depan pintu keluar.
to be continue (blom selesai)